Melihat dari Dekat ‘Kungkang Siwa’, Juara I Ogoh-Ogoh Badung yang Diilhami Arca Gelung Arja Pingit

1 month ago 6
ARTICLE AD BOX
Ogoh-ogoh yang memvisualisasikan Raja Godogan ini berhasil mengungguli 20 ogoh-ogoh terbaik dari tujuh zona penilaian. Kungkang Siwa berhasil menghipnotis dewan juri dengan nilai 296,5 poin yang berasal dari 60 persen aspek ogoh-ogoh, 20 persen aspek karawitan balaganjur, dan 20 persen aspek fragmen tari obor.

Arsitek Kungkang Siwa, I Wayan Juliarta, 42, alias Gadink Tattoo menuturkan, pihaknya menyiapkan dua konsep garapan ogoh-ogoh. Kebo Dongol yakni tradisi di Pura Kahyangan Jagat Dhalem Bangun Sakti, Kapal, Mengwi dan Raja Godogan yakni cerita rakyat Bali yang berkembang sebagai kesenian arja.

“Untuk memvisualisasikan tradisi Kebo Dongol itu sangat sulit, sehingga kami memilih Raja Godogan untuk digarap,” ungkap Yan Gadink ketika ditemui di Balai Banjar Umahanyar, Desa Adat Penarungan, Senin (17/3/2025) pagi.

Sinopsis

Kata Yan Gadink, cerita rakyat Raja Godogan yang menginspirasi Kungkang Siwa mengisahkan tentang kelahiran raja katak (godogan) yang memiliki kelebihan dan bisa berbicara seperti manusia. Ia juga dikisahkan mencintai seorang putri raja.

Dikisahkan, Pan Bekung dan Men Bekung sedang menggarap ladang. Suatu ketika Men Bekung merasa haus dan meminta suaminya mencarikan kelapa muda. Karena Pan Bekung malas memanjat, ia memutuskan mengambil air dari sebuah telaga.

Usut punya usut, air di dalam telaga tersebut telah dianugerahi Dewa Siwa. Namun, sebelum diambil Pan Bekung untuk diberikan ke istrinya yang haus, air di dalam telaga itu telah diminum lebih dulu oleh seekor katak.

“Pan Bekung memberi air itu ke Men Bekung yang akhirnya membuat Men Bekung hamil. Pan Bekung dan Men Bekung ini adalah simbol pasutri yang tidak mau memiliki keturunan,” ujar Yan Gadink.

Akhirnya, lahirlah seekor katak yang memiliki kelebihan dan mampu berbicara seperti manusia. Lambat laun, Godogan tumbuh dewasa dan mencintai seorang putri raja yang cantik jelita. Karena ketulusan cinta keduanya, Godongan berubah menjadi pangeran rupawan.

Teknik Visualisasi 

“Kami mencoba menggarap cerita rakyat yang lumrah namun dikemas berbeda,” buka Yan Gadink.

Unsur-unsur cerita yang cukup kompleks dari Raja Godogan berhasil dikemas sebagai garapan ogoh-ogoh berdimensi 4,3 x 3,5 meter. Komponen telaga, Pan Bekung dan Men Bekung, sang putri raja, Godogan, sang pangeran, sampai simbol-simbol Dewa Siwa dapat digambarkan secara apik.

Komponen telaga dijadikan latar yang diposisikan paling bawah di atas panggung ogoh-ogoh. Pan Bekung dan Men Bekung berdiri di tepi telaga. Karakter Pan Bekung secara konstruksi menjadi penahan beban dari karakter Raja Godogan yang memangku putri raja, yang berdimensi jauh lebih besar.

“Di dalam mulut Godogan itu ada topeng bagus (ganteng) dan di bagian lehernya itu ada robekan. Itu bukan luka, tetapi proses Raja Godogan berubah menjadi pangeran, semacam berubah kulit menjadi manusia,” beber Yan Gadink.

Yan Gadink juga merancang penggunaan mesin mekanis secara proporsional untuk mendukung visualisasi Kungkang Siwa yakni dengan memberikan gerakan pada topeng bagus (wajah pangeran) di dalam mulut Godogan. Kata dia, penempatan mekanis yang tepat mampu menciptakan center of impression (pusat perhatian).

Selain itu, Raja Godogan versi ST Tunas Remaja ini dibuat berbeda dengan penambahan dua pasang lengan. Dua pasang lengan ini membawa atribut Siwa seperti trisula dan lainnya. Kata Yan Gadink, hal ini untuk mempertegas simbol anugerah Siwa kepada Raja Godogan.

Teknik Konstruksi

Garapan ogoh-ogoh Kungkang Siwa ini menerapkan rancang bangun ekstrem. Tangan kanan Pan Bekung yang sedang memegang sabit menumpu karakter besar di atasnya melalui titik temu di pergelangan kaki Raja Godogan.

“Awalnya kami mau bikin lebih ekstrem dengan titik temunya itu pada ujung jari kaki Godogan, tetapi tidak jadi. Tidak jadi karena ogoh-ogohnya akan menjadi terlalu tinggi,” jelas Yan Gadink.

Konstruksi ogoh-ogoh Kungkang Siwa menggunakan rangka besi. Satu berukuran delapan milimeter untuk rangka dasar yakni karakter Pan Bekung. Kemudian, sambungan rangka Raja Godogan ke atas dibuat dengan ukuran besi yang lebih kecil dan terus mengecil ke atas.

Menariknya, karakter-karakter Kungkang Siwa ini digarap secara terpisah baik itu Pan Bekung, Men Bekung, Raja Godogan, dan putri raja. Setelah setengah jadi, baru kemudian karakter-karakter tersebut dijadikan satu dengan proses pengelasan. Proses ini termasuk menyambung rangka dasar (Pan Bekung) dan pergelangan kaki Raja Godogan.


Terinspirasi Niskala

Dilihat dari sisi niskala, penggarapan Kungkang Siwa ini sejalan dengan kekayaan budaya Banjar Umahanyar, Desa Adat Penarungan yakni Pura Dalem Tambangan Badung. Pura bersejarah ini lokasinya berdempetan dengan Balai Banjar Umahanyar dan memiliki arca berupa Gelung Arja yang diyakini pingit dan bertuah.

Tokoh masyarakat Banjar Umahanyar, Jero Mangku Ketut Wiranata, 50, menjelaskan Pura Dalem Tambangan Badung diperkirakan sudah ada ketika Kerajaan Mengwi ditaklukkan Kerajaan Badung akhir abad ke-19 Masehi. Beberapa penduduk Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara diperintah mendiami wilayah yang sekarang disebut Umahanyar ini.

“Di pura ini memang ada arca Gelung Arja dan Palinggih Ratu Pragina. Kalau mau pentas, sebaiknya memohon restu di Pura Dalem Tambangan Badung agar bisa tampil mataksu,”beber Jero Mangku Ketut Wiranata ketika ditemui di Balai Banjar Umahanyar, Desa Adat Penarungan, Senin pagi.

Di satu sisi, Kungkang Siwa ini diangkat dari cerita rakyat Raja Godogan yang berkembang di kesenian arja. Di sisi lain, Pura Dalem Tambangan Badung memiliki arca Gelung Arja. Keserasian ini menjadi inspirasi kuat bagi ST Tunas Remaja menggarap Kungkang Siwa.

Keserasian Pura Dalem Tambangan Badung dan Kungkang Siwa bukan sekadar isapan jempol belaka.

ST Tunas Remaja mengalami peristiwa yang diyakini menjadi pertanda niskala. Peristiwa ini dialami ketika mengantar Kungkang Siwa menuju Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung, Jumat (14/3/2025) lalu.

“Ketika melewati sawah (Subak Penarungan, Jalan Raya Penarungan-Lukluk) itu  tiba-tiba hujan, padahal dari sini cuacanya cerah. Setelah melewati  sawah, masuk ada rumah-rumah warga, hilang lagi hujannya,” ungkap Wakil Ketua ST Tunas Remaja Agus Deva Somia Antara, 22.

Ini bukan masalah hujan atau tidak, tetapi ogoh-ogoh Kungkang Siwa sama sekali tidak mengalami kerusakan ketika diguyur hujan padahal body-nya diselimuti bahan kertas. Di samping itu, hujan mengguyur hanya saat sang Raja Godogan melewati persawahan yang identik  dengan kondisi habitat alami katak. 

Pertanda ini dimaknai sebagai restu niskala. Ditambah lagi, proses memohon taksu di Pura Dalem Tambangan Badung memang sudah ditunaikan saat periode penggarapan antara Januari-Februari 2025. Dan, Kungkang Siwa terbukti keluar sebagai Juara I Ogoh-Ogoh Kabupaten Badung di Bhandana Bhuhkala Festival perdana tahun ini.

Setelah Menaklukkan 20 Ogoh-Ogoh Terbaik Badung

Wakil Ketua ST Tunas Remaja Agus Deva menuturkan bahwa pihaknya memang sudah menargetkan posisi tiga besar di Bhandana Bhuhkala Festival tahun ini setelah menjadi Nominasi I di Zona 3 Kecamatan Mengwi. Akan tetapi, ia  tidak berekspektasi akan berakhir di posisi pertama.

“Target kami memang tiga besar, tapi untuk jadi pemenang itu bonus bagi kami,” tutur Agus Deva di Balai Banjar Umahanyar, Desa Adat Penarungan, Senin pagi.

Kata Deva, sesuai arahan Yan Gadink selaku arsitek dan pelatih tabuh balaganjur, ST Tunas Remaja berusaha memaksimalkan segala aspek entah itu konsep ogoh-ogoh, fragmen tarinya, dan tabuh balaganjur. Tidak boleh di satu aspek saja yang wah namun aspek lainnya jomplang.

Posisi pemenang ini benar-benar menjadi bonus untuk ST Tunas Remaja lantaran  di hari penjurian, Sabtu (15/3/2025) petang, ogoh-ogoh senilai Rp 60  juta lebih ini hampir batal tampil. Penyebabnya, akses masuk Puspem  Badung lumpuh total sehingga perangkat balaganjur terjebak kemacetan.

“Hampir saja mati konyol di sana. Akhirnya kami turun, jalan bawa perangkat  balaganjurnya. Selain itu, emosi kami sudah kadung tidak stabil dan  selanjutnya sudah harus tampil,” beber Deva.

Beruntung,  penampilan Kungkang Siwa sepakat diundur dari urutan tampil kedelapan ke urutan terakhir di hari pertama penjurian, Sabtu malam. Tim ST Tunas  Remaja yang terdiri dari 40 tukang tegen, 20 penari obor, dan 23 penabuh balaganjur akhirnya sukses tampil dengan apik.

“Kami akan terus  berproses, tidak hanya mencari satu juara saja, tapi bagaimana untuk mencari juara-juara lainnya. Kami tidak akan pernah puas sampai di sini  saja,” tegas Deva.

Kungkang Siwa memang bukan garapan pertama ST Tunas Remaja yang masuk ke level-level bergengsi. Sebelumnya ada  garapan Kama Salah (2020) dan Ketu Pangindrajala (2023) yang masing-masing mendapat Juara III dan II di level Kabupaten Badung. *rat
Read Entire Article