ARTICLE AD BOX
Tradisi tahunan yang telah dilestarikan secara turun-temurun ini dilaksanakan setiap Jumat Wage di bulan Rajab dalam kalender Jawa sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta penghormatan kepada Ki Ageng Makukuhan, tokoh penyebar agama Islam di wilayah tersebut.
Prosesi dimulai dengan warga Dusun Cepit berjalan menuju Bukit Plabengan, lokasi yang diyakini sebagai petilasan dan makam sahabat-sahabat Ki Ageng Makukuhan. Mereka membawa tenong yang berisi aneka sajian tradisional seperti nasi tumpeng, ayam ingkung, pisang, dan makanan khas lainnya. Setibanya di bukit, warga melakukan doa bersama sebagai wujud syukur atas limpahan rezeki sekaligus penghormatan kepada para leluhur.
Tradisi ini juga dimeriahkan dengan pementasan seni kuda lumping atau jaran kepang, termasuk ritual jamasan (memandikan kuda lumping dengan air bunga). Selain itu, terdapat gunungan palawija yang diperebutkan warga dan pengunjung sebagai simbol kemakmuran dan kebersamaan.
Sejumlah warga bersama pengunjung berebut gunungan palawija saat tradisi Nyadran Rejeban Plabengan. -ANTARA
Nyadran Rejeban Plabengan telah menjadi salah satu daya tarik wisata budaya di Temanggung. Tak hanya warga lokal, tradisi ini juga menarik perhatian wisatawan dari luar daerah, bahkan mancanegara. Seorang turis asal Jerman, misalnya, turut hadir dan membaur dengan masyarakat setempat untuk menyaksikan keunikan tradisi ini.
Menurut salah seorang tokoh adat, kegiatan ini memiliki nilai kearifan lokal yang tinggi, seperti semangat gotong royong, pelestarian budaya, dan penghormatan terhadap alam. "Tradisi ini bukan hanya wujud syukur, tetapi juga bentuk kebersamaan dan cara kami menjaga warisan leluhur," ujarnya.
Tradisi ini memberikan manfaat bagi masyarakat, baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Bagi warga Dusun Cepit, acara ini menjadi momen silaturahmi, sekaligus membuka peluang ekonomi lewat penjualan makanan dan souvenir khas. Sementara itu, bagi pengunjung dari luar daerah, tradisi ini menjadi kesempatan untuk belajar dan mengenal budaya luhur Indonesia.
Selain menyambut bulan Ramadan, Nyadran Rejeban Plabengan juga dirangkai dengan tradisi cukur rambut gimbal yang dikenal sebagai Cukur Gombak. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Dusun Cepit mampu mempertahankan tradisi Jawa di tengah perubahan zaman.
"Rejeban Plabengan tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga nilai-nilai leluhur yang sarat makna," ungkap seorang pengunjung dari luar daerah.
Melalui inovasi dan keberlanjutan tradisi seperti ini, Nyadran Rejeban Plabengan telah memperkuat posisi Kabupaten Temanggung sebagai salah satu destinasi wisata budaya unggulan di Jawa Tengah.