Koster Sebut Bali Dibanjiri Bawang Putih Tiongkok, Jelaskan Perbedaan Rasanya

1 day ago 3
ARTICLE AD BOX
“Bawang putih yang beredar di Bali ini banyak dari China, saya sudah cek langsung,” ungkap Koster saat Rakor Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Bali 2025-2030 di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, baru-baru ini.

Awalnya, Gubernur Koster menyoroti belum optimalnya penerapan Pergub Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Kemudian, ia memberi contoh mengapa pergub ‘proteksionisme ekonomi’ ala Koster ini belum diindahkan.

Salah satunya adalah Koster mengetahui produk pertanian seperti bawang putih yang beredar di Bali didominasi impor asal Tiongkok. “Ini sudah enggak benar, enggak benar ini, termasuk juga bawang, bawang putih,” lanjutnya.

Kata Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini, bawang putih Bali dan Tiongkok memiliki perbedaan dari segi ukuran, aroma, dan rasa. Bawang putih Bali berukuran lebih kecil, namun aromanya lebih tajam.

“Kesuna Bali itu kecil-kecil, baunya menyengat. Kalau dipakai masak, dia enak,” jelas Koster.

Di sisi lain, bawang putih asal Tiongkok memilik ukuran siung yang lebih gempal. Akan tetapi, aroma yang dihasilkan tidak setajam bawang putih lokal Pulau Dewata. Sehingga, rasanya lebih hambar daripada bawang putih Bali yang aromanya tajam.

Di balik penjelasan sederhana ini, Koster hendak mendorong pasar lokal menjual dan membeli produksi pertanian dan industri setempat. Kata dia, kalau memang produk tersebut bisa dihasilkan di Bali, sebisa mungkin jangan mengimpor dari luar pulau dan luar negeri.

“Karena itu, kita dorong bawang putih Bali dan hasil alam Bali ini bisa. Kalau bisa produk di Bali, pakai produk yang di Bali. Jadi, jangan lagi pakai produk impor,” tegas Gubernur Bali yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Lebih jauh, Koster menginstruksikan jajarannya yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali agar mendata produk-produk impor yang masuk Bali. Ia menegaskan tidak anti impor asal produk tersebut benar-benar tidak bisa diproduksi di Bali.

Koster pun tidak menutupi bahwa upaya yang ia lakukan ini merupakan langkah proteksionisme ekonomi. Kata dia, praktik ini sangat lumrah dilakukan berbagai negara di dunia kala ini, sebagai upaya melindungi usaha dan industri dalam negeri. *rat
Read Entire Article